“Kami akan Bekerja Lebih Keras Membangun Kembali Apa yang Telah Dihancurkan Israel”
Opsinews.com - Kerja keras, keringat, dan upaya selama bertahun-tahun mengalir ke perusahaan percetakan 3D Mohammed Abu Matar, Tashkeel 3D.
Perusahaan ini adalah satu-satunya fasilitas di seluruh Jalur Gaza yang mampu memproduksi persediaan medis pokok seperti stetoskop dan torniket, barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh rumah sakit Gaza tetapi sulit diperoleh di bawah blokade Israel-Mesir selama 14 tahun.
Sejumlah besar bahan dan persediaan dilarang Israel memasuki Jalur Gaza selama bertahun-tahun karena diklasifikasikan sebagai "penggunaan ganda", menjadikan pencetakan 3D Abu Matar sebagai cara untuk menghindari blokade dan mencetak barang-barang penting yang menyelamatkan nyawa dengan biaya rendah.
Tetapi pada 18 Mei pukul 6 pagi, serangan udara Israel meratakan gedung di mana labnya berada, sebuah tragedi bagi Abu Matar dan timnya yang terdiri dari tiga orang.
“Ketika saya mendengar berita itu, semua ingatan saya tentang tempat itu berputar di depan mata saya seperti film. Itu adalah impian masa kecil saya,” kata Abu Matar (35) kepada Al Jazeera, dikutip Rabu (26/5).
Tidak dapat mengimpornya, Abu Matar dan timnya membuat sendiri printer 3D pertama di Gaza pada 2014 dengan mengumpulkan suku cadang dan mengikuti desain sumber terbuka secara online.
Mereka menyatukan mesin pengolah CNC dan pemindai 3D yang belum tersedia hingga saat itu di Gaza.
Sejak 2017, Abu Matar memperkirakan mereka memasukkan sumber daya senilai lebih dari USD 150.000, tetapi ini jelas bukan tentang uang.
“Itu menghabiskan banyak penelitian dan menguras pikiran. Itu tak ternilai harganya,” ujarnya.
Abu Matar dan timnya memiliki kontrak dengan berbagai klinik dan LSM termasuk Doctors Without Borders (MSF), yang mengandalkan mereka untuk perangkat medis cetak 3D.
“Israel tidak mengizinkan masuknya printer atau mesin canggih apa pun ke Jalur (Gaza), jadi kami harus mulai dari awal dan membangun kemampuan itu sendiri. Itu termasuk material, mesin, penelitian yang dihancurkan.”
“Ini sangat berarti bagi saya ketika saya tahu bahwa teknologi dan proyek saya membantu pasien di Gaza,” katanya.
Gencatan senjata terjadi di Gaza sejak Jumat pagi pekan lalu setelah serangan terburuk Israel dalam beberapa tahun, yang menewaskan sedikitnya 248 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak.
Banyak tempat komersial dan inovatif yang menjadi sasaran pasukan Israel selama 11 hari serangan merupakan sumber daya yang tak ternilai bagi daerah kantong yang diblokade itu. Pasukan Israel juga menghancurkan toko buku milik ayah mertua Abu Matar, yang menyimpan buku langka di tempat lain di Gaza.
'Mulai dari nol'
nol
Di Jalur Gaza timur yang merupakan kawasan industri, 18 pabrik menjadi target serangan udara Israel, menurut direktur departemen investasi, Bajes El Dalou.
Kepada Al Jazeera, El Dalou mengatakan sebanyak 10 pabrik dihancurkan dan delapan pabrik rusak parah, berdampak pada 200 karyawan yang sekarang tidak lagi punya pekerjaan.
“Saya tidak berpikir ada maksud (serangan udara Israel untuk menargetkan pabrik) tetapi untuk mematahkan keinginan kami sebagai manusia dan menghancurkan kami. Itu hal yang sudah biasa bagi kami,” katanya.
Ketika Nihad al-Sawafiri mendengar perusahaan furniturnya dihancurkan pada 17 Mei di kawasan industri dekat perlintasan perbatasan al-Muntar - yang dikenal sebagai Karni bagi orang Israel - itu seperti "mimpi yang tiba-tiba lenyap", katanya.
Sebelum meluncurkan perusahaannya, dia mencari lokasi teraman di Gaza untuk bisnisnya.
Sebuah asosiasi bisnis Palestina menginformasikannya ada kesepakatan dan perjanjian internasional yang telah mengamankan bagian timur Gaza sebagai daerah yang aman dari serangan Israel di mana bisnis dapat tumbuh.
“Tapi tetap saja, itu diserang dan saya kehilangan perusahaan saya. Bayangkan bekerja keras selama 30 tahun dan Anda kehilangan itu dalam semalam. Ini bencana,” kata al-Sawafiri.
“Saya tidak tahu berapa lama waktu yang saya perlukan untuk membangun kembali bisnis ini, tetapi setidaknya jika semuanya berjalan lancar dan uang rekonstruksi kembali ke Gaza, saya akan membutuhkan waktu enam bulan untuk memulai dari nol lagi,” lanjutnya.
“Uang dan bisnis dapat diberi kompensasi tetapi kehidupan manusia tidak bisa, jadi saya senang kita keluar dari perang ini hidup-hidup.”
'Semuanya lenyap'
“kami akan bekerja lebih keras membangun kembali apa yang telah dihancurkan israel”
Mohammed Fora (28) adalah pemilik tempat pangkas rambut di distrik Shejaiya timur Kota Gaza, yang dihancurkan jet tempur Israel pada 16 Mei.
Fora dan saudara laki-lakinya memulai bisnis untuk menafkahi keluarganya, termasuk saudara laki-laki mereka yang memiliki cacat fisik dan membutuhkan perawatan terus-menerus.
“Sekarang, semuanya lenyap,” kata Fora kepada Al Jazeera.
Dia harus membangun kembali tempat usahanya dari awal, tetapi biayanya USD 15.000 sekitar 10 tahun yang lalu, dan itu adalah proses yang sulit.
“Saya akan menunggu komite rekonstruksi Gaza memberi kompensasi kepada saya, tetapi itu sering memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Saat ini, saya dan saudara laki-laki saya sedang mencari pekerjaan manual terpisah seperti pekerja rekonstruksi. Kita harus terus maju, kalau tidak kita tidak bisa bertahan,” jelasnya.
“Kami tidak ingin ada yang merasa sedih untuk kami, tapi setidaknya biarkan kami hidup. Tinggalkan kami sendiri. Saya kecewa dengan (komunitas internasional). Itu hanya basa-basi. Jika mereka cukup peduli, mereka akan melakukan (sesuatu) sejak lama.”
Dia mengatakan tempat pangkas rambutnya hancur ketika serangan udara Israel menghantam kuburan di sebelahnya.
“Mengapa Anda menargetkan orang mati? Sungguh ironi bahwa orang mati pun tidak merasa nyaman,” ujarnya.
'Kami tidak akan menyerah'
akan menyerah
Bagi Abu Matar, dia hanya bersyukur dia dan orang yang dicintainya selamat dari serangan itu.
“Selama perang ini, tidak ada yang berharap bisa keluar hidup-hidup,” katanya.
“Kehilangan bisnis saya - yang telah saya dan tim saya lakukan dengan begitu banyak upaya dan sumber daya - adalah bencana besar, tetapi nyawa manusia benar-benar lebih berharga.”
Halaman bantuan pendanaan (crowdfunding) dapat membantu labnya berfungsi kembali. Dalam 36 jam, terkumpul sumbangan sebesar USD 27.000, lebih dari setengah jumlah target.
“Kami semua sedih dengan berita tersebut (ketika kami mendengarnya dihancurkan), tetapi kami juga memahami bahwa benih perusahaan kami menentang dan menantang pendudukan ini, dan kami akan bekerja lebih keras untuk membangun kembali apa yang telah dihancurkan Israel,” ujar Abu Matar.
“Pesan saya adalah harapan dan tantangan. Kami tidak akan menyerah. Kami akan melanjutkan dan kami akan membangun perusahaan kami lagi. Gaza adalah tentang tantangan dan membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin. Kita akan melakukannya.”
Sumber:merdeka.com
Komentar Anda :