"Air Mata Seorang Ibu di Ambang Keadilan". Imelda Pergi di Usia 18 Tahun: Keluarga Gugat Tiga Pihak, Publik Menunggu Keadilan
Medan, Sumut. OPSINEWS.COM - Kesedihan keluarga almarhum Imelda Sabatini Sihombing kini berubah menjadi perjuangan panjang di jalur hukum. Dengan langkah yang terasa seperti menapak luka yang belum kering, ibunda korban, Ana R. Aruan, resmi menggugat tiga pihak yang dinilai bertanggung jawab atas dugaan kelalaian medis yang merenggut nyawa putrinya yang baru menginjak usia 18 tahun.
Gugatan tersebut diajukan melalui tim kuasa hukum yang dipimpin Zainul Arifin dari Kantor Hukum Zai Hasibuan & Mhd. Fahmi & Partners. Perkara ini telah resmi didaftarkan ke Pengadilan Negeri Sei Rampah dengan Nomor: 82/Pdt.G/2025/PN.Srh.
“Ada tiga pihak yang kita gugat, yaitu Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai Cq. Bupati Serdang Bedagai sebagai Tergugat I, Dinas Kesehatan Sergai Cq. Kepala Dinas sebagai Tergugat II, dan Direktur RSUD Sultan Sulaiman sebagai Tergugat III,” ujar Zainul Arifin saat mendampingi keluarga di Mapolda Sumut, Jumat siang (7/11/2025).
Zainul menegaskan bahwa gugatan ini bukan hanya untuk menuntut keadilan atas meninggalnya Imelda, tetapi juga untuk mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap standar layanan medis di Kabupaten Serdang Bedagai. “Kami meminta putusan seadil-adilnya agar kejadian seperti ini tidak terulang. Pengawasan harus diperbaiki,” tegasnya.
Kronologi yang Mengiris Hati: Dari Sakit Perut hingga Kehilangan Nyawa
Menurut penuturan keluarga dan para saksi, peristiwa ini bermula pada 28 Agustus 2025, ketika Imelda mengeluh sakit perut dan dilarikan ke UGD RSUD Sultan Sulaiman. Dokter mendiagnosisnya mengalami gangguan pencernaan (sembelit) dan memutuskan untuk melakukan perawatan intensif.
Empat hari kemudian, tim medis memutuskan melakukan operasi usus buntu melalui pembedahan di bagian tengah perut. Namun, keluarga menyatakan bahwa selama enam hari setelah operasi, tidak ada pemeriksaan lanjutan meskipun kondisi Imelda kian memburuk.
Pada 6 September 2025, keadaan Imelda memburuk drastis. Perutnya membengkak, ia sulit bernapas, dan setelah pemasangan selang, terjadi pendarahan hebat dari bagian dubur hingga ia kehilangan kesadaran. Imelda dipindahkan ke ICU, tetapi nyawanya tidak terselamatkan dan ia menghembuskan napas terakhir pada Jumat, 12 September 2025 pukul 06.55 WIB.
Kepergian mendadak itu menghancurkan hati kedua orang tuanya. Banyak kejanggalan yang mereka rasakan, hingga akhirnya keluarga sepakat membawa persoalan ini ke jalur hukum. Pada 9 Oktober 2025, keluarga resmi membuat laporan dugaan malpraktik dan kelalaian medis ke Polda Sumatera Utara melalui LP/B/1650/X/2025/SPKT/POLDA SUMUT.
Polda Sumut kemudian menerbitkan SP2HP Nomor B/88/X/RES.7.1/2025/Ditreskrimsus tertanggal 23 Oktober 2025, yang menyatakan laporan tersebut sedang dalam proses penyelidikan oleh Unit 1 Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus.
Isak Seorang Ibu di Depan Penyidik
Didampingi suaminya Labuan Sihombing, Ana Aruan kembali memberikan keterangan di Direktorat Krimsus Polda Sumut pada Jumat (7/11/2025). Dengan suara yang pecah oleh tangis, ia memohon agar kasus putrinya mendapatkan titik terang.
“Kami meminta kepada Bapak Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto, S.I.K., M.H., dan Bapak Bupati Sergai untuk memberi keadilan. Cukup anak saya yang menjadi korban. Ini sangat menyakitkan. Ia bisa saja selamat kalau nyawa manusia tidak dianggap sepele,” ucap Ana, menahan air mata yang terus jatuh.
Kesedihan itu menggambarkan betapa besar kehilangan yang harus ditanggung keluarga. Imelda adalah putri yang tumbuh dengan harapan orang tua, namun pergi begitu cepat dan penuh tanda tanya.
Publik Menanti Kejelasan dan Ketegasan
Kasus ini kini menjadi perhatian publik. Banyak yang menunggu transparansi dan langkah tegas dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan pihak rumah sakit. Perkara ini tidak lagi sekadar soal prosedur medis, tetapi menyangkut harga diri profesi kesehatan dan keselamatan pasien.
Kematian Imelda menjadi alarm bagi keluarga pasien di berbagai daerah bahwa keselamatan tidak boleh ditawar. Di tengah duka yang belum mereda, keluarga terus melangkah, membawa nama Imelda sebagai simbol perjuangan yang tidak boleh padam. (Mendrova)
Komentar Anda :