Dugaan Malpraktik Berujung Maut, Warga Sergai Gugat Pemkab dan RSUD Sultan Sulaiman ke Pengadilan Negeri Sei Rampah
Sergai, Sumut. OPSINEWS.COM - Seorang warga Kabupaten Serdang Bedagai, Ana R. Aruan (45), resmi menunjuk tim advokat dari Kantor Hukum Zai Hasibuan & Mhd. Fahmi & Partners untuk mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Pemkab Sergai), Dinas Kesehatan, dan RSUD Sultan Sulaiman. Gugatan tersebut diajukan menyusul dugaan Malapraktik atau kelalaian medis yang berujung pada kematian anak kandungnya, Imelda.
Penandatanganan Surat Kuasa Khusus dilakukan di kediamannya di Dusun IV, Desa Gempolan, Kecamatan Sei Bamban, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Kamis (23/10/2025). Dalam surat itu, Ana menunjuk tujuh advokat sebagai penerima kuasa, masing-masing: Zainul Arifin S.H.I, Andro Oki SH, MH, Muhammad Hariono SH, Kaharudinsyah SH, Alamsyah SH, Taufik Hidayat Lubis SH, dan Joko Pramono SH.
Ketujuhnya merupakan bagian dari Kantor Hukum Zai Hasibuan & Mhd. Fahmi & Partners yang beralamat di Jalan K.F. Tandean, Komplek Perumahan D’Green Bulian Permai, Kelurahan Bulian, Kecamatan Bajenis, Kota Tebingtinggi, Sumatera Utara (Sumut).
Perkara ini telah resmi didaftarkan ke Pengadilan Negeri Sei Rampah dengan Nomor Perkara: 82/Pdt.G/2025/PN.Srh.
Dalam surat kuasa tersebut, para advokat diberi kewenangan penuh untuk mewakili dan membela kepentingan hukum kliennya terhadap tiga pihak tergugat, yaitu:
1. Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai Cq. Bupati Serdang Bedagai (Tergugat I)
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai Cq. Kepala Dinas Kesehatan (Tergugat II)
3. Direktur RSUD Sultan Sulaiman Kabupaten Serdang Bedagai (Tergugat III)
Tim hukum diberi mandat untuk melakukan seluruh tindakan hukum mulai dari pendaftaran gugatan, pembayaran biaya perkara (SKUM), menghadiri sidang, menghadirkan saksi dan bukti, hingga menerima salinan putusan pengadilan.
Kronologi Dugaan Malapraktik Medis
Kasus ini berawal pada 28 Agustus 2025, ketika Imelda, putri Ana R. Aruan, mengalami sakit perut dan dibawa ke UGD RSUD Sultan Sulaiman. Dokter mendiagnosisnya mengalami gangguan pencernaan (sembelit) dan memutuskan untuk rawat inap.
Empat hari kemudian, tim medis melakukan operasi usus buntu. Namun, menurut keterangan keluarga, selama enam hari pascaoperasi tidak ada pemeriksaan lanjutan oleh dokter bedah, meski kondisi pasien terus menurun.
Pada 6 September 2025, kondisi Imelda memburuk, perutnya membengkak dan ia sulit bernapas. Setelah dipasangi selang, terjadi pendarahan hebat dari dubur hingga korban kehilangan kesadaran. Imelda sempat dirawat di ICU, namun akhirnya meninggal dunia pada Jumat, 12 September 2025 pukul 06.55 WIB.
Tidak menerima kejadian tersebut, keluarga korban melaporkan dugaan malpraktik atau kelalaian medis ke Polda Sumatera Utara.
Laporan itu teregistrasi dengan Nomor: LP/B/1650/X/2025/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA, tertanggal 9 Oktober 2025 pukul 15.16 WIB.
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyelidikan (SP2HP) Nomor B/88/X/RES.7.1/2025/Ditreskrimsus, tertanggal 23 Oktober 2025, Polda Sumut melalui Unit 1 Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus menyatakan laporan tersebut sedang dalam proses penyelidikan.
Surat resmi tersebut dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, yang menegaskan kasus dugaan malpraktik tenaga medis tengah ditangani sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kuasa Hukum: “Kami Akan Kejar Keadilan hingga Tuntas”
Salah satu kuasa hukum, Zainul Arifin, S.H.I., saat dikonfirmasi di Tebingtinggi beberapa hari yang lalu, menegaskan bahwa pihaknya akan menempuh seluruh jalur hukum, baik pidana maupun perdata, demi memperoleh keadilan bagi kliennya.
“Klien kami menuntut tanggung jawab hukum atas dugaan kelalaian serius dalam penanganan medis yang berujung pada kehilangan nyawa anaknya. Kami akan mengawal proses hukum ini sampai tuntas,” ujar Zainul Arifin.
Perkembangan Selanjutnya
Dengan terdaftarnya perkara 82/Pdt.G/2025/PN.Srh di Pengadilan Negeri Sei Rampah dan proses penyelidikan yang masih berjalan di Polda Sumatera Utara, kasus ini kini memasuki dua jalur hukum secara paralel, perdata dan pidana.
Publik pun menanti langkah tegas aparat penegak hukum serta transparansi dari pihak rumah sakit dan pemerintah daerah dalam menangani perkara ini, yang menyangkut nyawa pasien dan tanggung jawab moral tenaga medis. (Mendrova)
Komentar Anda :