Home Nasional Daerah Politik Ekonomi Hukrim Olahraga LifeStyle Peristiwa Pendidikan Internasional Indeks
 
Revolusi Kemerdekaan dan 'Kekerasan Ekstrem' tentara Belanda dan Indonesia
Jumat, 18-02-2022 - 13:53:16 WIB
Ilustrasi. @net
TERKAIT:
   
 

OPSINEWS.COM - Kekerasan ekstrem tentara Belanda selama Agresi Militer 1945-1949 diungkap dalam penelitian terbaru. Namun di sisi lain terungkap aksi serupa juga dilakukan laskar pejuang Indonesia atas warga sipil pro-Belanda. Apakah Indonesia dapat mengakui borok itu?

Pesawat dakota yang membawa pasukan khusus Belanda, terbang rendah di atas kota kecil Rengat, di Sumatera Tengah, 5 Januari 1949, di pagi hari.

Sebanyak 180 tentara Belanda diterjunkan di rawa-rawa di pinggiran kota itu dalam 'Operasi Lumpur'.

Satu pesawat tempur 'cocor merah' P-15 Mustang, sebelumnya, memuntahkan peluru dan menjatuhkan bom. Warga panik dan sebagian menjadi korban.

Para serdadu itu hendak merebut kompleks pertambangan minyak di pinggiran kota itu dan satu wilayah di dekatnya. Mereka bersenjata lengkap.

Sejumlah saksi mata dan laporan-laporan di Belanda belakangan mengungkapkan para serdadu itu juga membunuh warga sipil.

"Mereka menembak setiap bertemu orang, salah-satu korbannya adalah bupati Indragiri," ungkap Panca Setyo Prihatin, anak salah seorang saksi mata peristiwa itu.

"Dan sebagian korban dijejer dan ditembak mati lalu dibuang ke sungai," kata pria kelahiran 1971 ini kepada BBC News Indonesia, berdasarkan kesaksian ayahnya.
'Sungai dipenuhi bangkai manusia'

"Kata ayah saya, sungai itu dipenuhi bangkai manusia," ungkapnya. "Selama enam bulan, warga tak mau makan ikan."

Sang ayah, Wasmad Rads, adalah anggota laskar pejuang Indonesia ketika serangan itu terjadi. Dia selamat setelah bersembunyi di gorong-gorong.

"Perkiraan ayah saya, setidaknya 1.500 orang ditembak mati, sebagian besar rakyat tidak berdosa," ujarnya. Kesaksian Wasmad kemudian dibukukan dengan judul Lagu Sunyi dari Indragiri (2011).

Setiap tahun warga kota itu memperingati peristiwa kekerasan itu dengan getir. Di kota itu didirikan sebuah tugu dan tertera 186 nama yang meninggal akibat ditembak tentara Belanda.

"Tapi banyak yang tak tercatat, kuburannya tak ada, karena dibuang ke sungai," kata Panca. Ada keluarga korban yang mengaku nama ayahnya tak tertera di tugu, katanya.

Panca berharap pemerintah Belanda mengakui kekerasan berlebihan yang dilakukan tentaranya. "Ini sudah terungkap, tapi tidak ada pengakuan dan pemintaan maaf."

Tindakan brutal tentara Belanda di Rengat, 72 tahun silam itu, rupanya, mengusik nurani jurnalis asal Belanda, Anne-Lot Hoek.

Dia bahkan mendatangi kota Rengat dan mewawancarai beberapa saksi mata — termasuk anak-anak Bupati Indragiri yang mati ditembak.

Di Arsip Nasional di Den Haag, Anne menemukan dokumen bahwa pemerintah Belanda melakukan penyelidikan internal atas peristiwa Rengat, tak lama setelah kejadian.
'Ada perempuan ditembak mati bersama bayi yang digendongnya'

Dari keterangan sejumlah saksi mata di tempat kejadian, penyelidikan itu menyebut jumlah orang yang meninggal ada 120 orang, akibat "insiden" dan "situasi yang lepas kendali".

Dan, "84 orang yang ditembak mati adalah orang tak bersenjata, dan 36 orang 'bersenjata'." Dalam daftar kematian itu, ada nama Bupati Indragiri.

Angka ini berbeda dengan keterangan Panca Setyo dan angka yang tertera di tugu peringatan. Menurut Anne, angka 120 itu yang menjadi rujukan resmi pemerintah Belanda.

Temuan Anne juga mengungkapkan, seorang warga sipil dibunuh dan anaknya yang berumur 24 tahun diperkosa tentara Belanda.

Keterangan seorang pria menyebutkan pula bahwa anak perempuannya berusia 16 tahun dan sedang hamil ditembak mati. Rumahnya juga dijarah.

"Masih ada cerita... perempuan ditembak bersama bayinya yang digendong, seorang ayah dibunuh bersama tiga orang putranya..." tulis Anne dalam laporan jurnalistiknya.

Kesaksian seorang perwira Belanda, menurut Anne, mengungkap bahwa ada sekitar 100 orang yang sembunyi di gua, termasuk perempuan dan anak-anak, ditembak tentara Belanda.

"Saya melihat mayat-mayatnya hanyut di sungai," ungkap saksi mata itu.

Akan tetapi, demikian Anne, kelanjutan atas penyelidikan tentang apa yang terjadi di Rengat, tidak jelas.

"Pendek kata, pemerintah Belanda dari masa ke masa belum pernah menanggapi perkara ini dengan serius," ujar Anne-Lot Hoek, yang dikenal pula sebagai peneliti sejarah.

Sikap yang ditunjukkan Anne-Lot ini adalah cerminan dari perubahan cara pandang masyarakat Belanda dalam melihat fakta kekerasan yang dilakukan tentaranya saat agresi militer 1945-1949.

Anne adalah satu dari sekian akademisi Belanda yang mengkritik sikap masyarakatnya yang seperti menganggap wajar kekerasan ekstrem pada periode itu.

Walaupun laporan tentang kekerasan di negara bekas jajahannya itu beredar luas di masyarakat Belanda saat itu, mereka memilih diam hingga akhir 1960-an.

Di kalangan sejarawan yang memiliki pemahaman yang sama dengan Anne, sukar sekali bagi Belanda untuk sungguh-sungguh melihat peristiwa 1945-1949 di Indonesia.

Sebuah studi pada 2017 bahkan menemukan bahwa bahan ajar di sekolah-sekolah Belanda tidak membahas kekerasan ekstrem yang dilakukan militer Belanda di masa Revolusi Nasional.

Tapi setelah kesaksian Joop Hueting, yang disebut sebagai laporan tentang ekses-ekses kekerasan, pada 1969, perlahan-lahan mulai bermunculan berbagai studi untuk menyikapi kekerasan ekstrem tentara Belanda.

Penyiksaan dan eksekusi sistematis di Bali

Kendati masih ada yang memalingkan muka atau menutup mata, Anne-Lot Hoek bahkan melangkah lebih jauh.

Dia meneliti praktek kekerasan selama pendudukan kembali Belanda di Bali pada 1946-1949.

Dalam buku terbarunya, The Battle for Bali, Imperialism, Resistance and Independence 1846-1950 (2021), Hoek mengungkap, antara lain, tentara Belanda melakukan "penyiksaan di luar batas" atas tawanannya di sejumlah kamp.

"Penyiksaan dan eksekusi adalah fenomena yang tersebar luas dan sistematis," kata Hoek kepada situs berita Denhaag Centraal (23/12).

"Tahanan juga seringkali dieksekusi," ungkapnya. Selain mempelajari arsip, surat dan buku harian, Hoek juga mewawancarai 120 saksi mata di Bali dan wilayah lainnya di Indonesia.

Kekerasan ekstrem itu diawali kedatangan kembali tentara Belanda ke Bali awal Maret 1946, dan mendapat perlawanan laskar pro Republik.

Dipimpin Kepala Divisi Sunda Kecil Kolonel I Gusti Ngurah Rai, pasukan mereka beberapa kali terlibat pertempuran kecil, dan puncaknya terjadi di Desa Marga, Tabanan, 20 November 1946.

Pertempuran tidak berimbang di Desa Marga itu diawali serangan pasukan I Gusti Ngurah Rai ke tangsi Belanda di Desa Penebel, Tabanan, 18 November 1946.

"Ayah saya bercerita, terjadi penyerangan tangsi NICA [oleh pasukan Ngurah Rai] di desa ini," ungkap I Made Kris Adi Astra. Ayahnya, I Made Madri, terlibat dalam serangan itu.

Sebagai balasan, tentara Belanda dengan kekuatan lengkap mengepung pasukan Rai di Desa Marga, dua hari kemudian.

Secara resmi, tercatat 96 orang pejuang Bali meninggal. Tapi kenyataannya sampai 200 orang," ungkap Hoek dalam penelitiannya.

"Mayat-mayat mereka kemudian digeletakkan di alun-alun desa agar masyarakat takut," ujarnya.




 
Berita Lainnya :
  • Makodim 0301 Pekanbaru Dukung Surat Keputusan Walikota Pekanbaru Demi Kepentingan Bersama
  • HUT TNI ke-79 Tahun 2024, Kapolres Sergai Beri Kejutan Kepada Kodim 0204/DS
  • Kapolres Siak Kampanyekan Pilkada Damai, Sejuk, dan Berintegritas Tahun 2024
  • Polsek Binawidya Gerak Cepat dalam Menanggapi Informasi dari Media Terkait Penampungan Gudang BBM Ilegal
  • AMUK Berunjukrasa di Disdik dan Disbun Provinsi Jambi, Orasikan Kasus Pengadaan Peralatan SMK Pertanian
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
    + Indeks Berita +
    01 Makodim 0301 Pekanbaru Dukung Surat Keputusan Walikota Pekanbaru Demi Kepentingan Bersama
    02 HUT TNI ke-79 Tahun 2024, Kapolres Sergai Beri Kejutan Kepada Kodim 0204/DS
    03 Kapolres Siak Kampanyekan Pilkada Damai, Sejuk, dan Berintegritas Tahun 2024
    04 Polsek Binawidya Gerak Cepat dalam Menanggapi Informasi dari Media Terkait Penampungan Gudang BBM Ilegal
    05 AMUK Berunjukrasa di Disdik dan Disbun Provinsi Jambi, Orasikan Kasus Pengadaan Peralatan SMK Pertanian
    06 Personil Polres Sergai amankan pertemuan tatap muka Calon Bupati Serdang Bedagai Nomor urut 1 H. Darma Wijaya
    07 Lapas Tebing Tinggi Ikuti Desk Evaluasi, Kalapas Leonard Silalahi : Lapas Kelas IIB Tebing Tinggi Siap Meraih Predikat Wilayah Bebas dari Korupsi tahun 2024
    08 Puan Didapuk Jadi Ketua DPR, Tanda-tanda PDIP Mulai Berkompromi dengan Koalisi Prabowo-Gibran
    09 Penasehat Hukum Hadirkan Ahli Pidana pada Persidangan Prapid Rosmaida Sitompul
    10 Samuel siriwa Pj Bupati Hadir Di Anugrah Sakip A ward 2024 Pemerintah Kabupaten Jaya Pura
    11 Muhammad Jamaah S.H, Resmi Dilantik Menjadi Ketua DPC GRIB Jaya Kabupaten Muaro Jambi
    12 KEPALA KEJAKSAAN TINGGI MALUKU, LAKUKAN KUNJUNGAN KERJA DI KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA PROVINSI MALUKU
    13 Anggota DPD RI Eka Kristina Yeimo Berharap Berkontribusi Di Bidang Pendidikan Dan Agama
    14 Polres Sergai Amankan Kegiatan Tatap Muka Calon Bupati Nomor Urut 1 di Dua Lokasi
    15 Upacara Hari Kesaktian Pancasila di Lapangan Hijau Polres Sergai Berlangsung Dengan Penuh Hikmat
    16 DALAM KONDISI HUJAN, WAKIL KEPALA KEJAKSAAN TINGGI MALUKU PIMPIN UPACARA HARI KESAKTIAN PANCASILA
    17 Presiden Jokowi Menyaksikan Final Race MotoGP 2024 di Mandalika"Didampingi Panglima TNI dan Kapolri
    18 Kapolres Sergai Pimpin Sertijab dari Wakapolres Kepada Kompol Mukmin Rambe
    19 KEPALA KEJAKSAAN TINGGI MALUKU MENERIMA KUNJUNGAN KERJA DAN SILATURAHMI PANGDAM XV/PATTIMURA
    20 Walaupun Suasana Hujan, Kedatangan Ketum Grip disambut Ribuan Anggota dan disuguhkan dengan Tarian Sekapur Sirih
    21 Ketum DPP GRIB Jaya H. Hercules Menyerahkan Bendera Pusaka ke Hairul Amri Preastio sebagai Ketua DPD Grib Jaya Provinsi Jambi
    22 Polres Sergai Berhasil Kawal Oil Palm Marathon 2024, 1.200 Peserta Semarakkan Ajang Lari di Perkebunan Kelapa Sawit PT Fajar Agung Kebun Beng Abing
     
     
     
    Galeri Foto | Advertorial | Indeks Berita
    Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Tentang Kami | Info Iklan
    © OPSINEWS.COM | Transformasi untuk Publik